THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Kamis, 09 Desember 2010

ruang lingkup jurnalistik

Ciri-ciri jurnalisme
·         Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah ditipu
·         Bertindak adalah corak kerja soerang wartawan. Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan. Peristiwa tidak terjadi di ruang redaksi tetapi terjadi di luar. Karena itu yang terbaik adalah terjun langsung ketempat kejadian.
·         Berubah. Dalam perjalanan sejarahnya, surat kabar itu akan selalu mendapat dampak dari perubahan yang terjadi di masyarakat dan dalam teknologi. Perubahan tersebut menuntut peran baru dari media. Kalau dulu hanya menjadi penyalur informasi, maka kini ia menjadi fasilitator, penyaring dan pemberi makna dari sebuah informasi.
·         Seni dan profesi, dengan tanggung jawab professional yang mensyaratkan wartawannya melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa untuk menangkap aspek-aspek yang unik, tetapi mata itu harus focus, suatu arah yang mengawali pandangan.
·         Peran pers, sebagai pelapor. Melaporkan peristiwa-peristiwa yang di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Interpreter yang memberikan penafsiran atau arti pada suatu peristiwa. Cohen melaporkan peran lain dari pers, Wakil dari public, hal ini benar bagi politikus, yang menganggap laporan atau berita mengenai reaksi masyarakat adalah barometer terbaik bagi berhasilnya suatu kebijaksanaan.  Peran jaga, berperan sebagai pengkritik terhadap pemerintah. Advokasi, peran ini tampak pada penulisan editorial dan artikel, selain juga tercermin dari jenis berita yang dipiih untuk ditulis oleh para wartawannya dan cara menyajikannya.
Prinsip-prinsip jurnalisme
·         Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran, jurnalisme bisa dan harus mengejar kebenaran dalam pengertian yang praktis. Kebenaran jurnalistik ini adalah suatu proses yang dimulai dengan disiplin professional dalam pengumpulan dan verifikasi fakta.
·         Loyalitas pertama jurnalisme adalahkepada warga masyarakat. Wartawan harus menyediakan berita tanpa rasa takut atau memihak, maka mereka harus memelihara kesetiaan kepada warga masyarakat dan kepentingan public yang lebih luas di atas yang lainnya.
·         Inti jurnalisme adalah disiplin untuk melakukan verifikasi. Wartawan mengandalkan diri pada disiplin professional untuk memverifikasi informasi. Mencari berbagai saksi, menyingkap sebanyak mungkin sumber atau bertanya berbagai pihak untuk komentar, semua mengisaratkan adanya standar yang professional.
·         Harus memiliki kebebasan dari sumber yang mereka liput. Kebebasan jiwa dan pemikiran bukan hanya netralitas adalah prinsip yang harus dijaga oleh wartawan. Sumber dari kredibilitas mereka adalah tetap, yaitu akurasi, kejujuran intelektual dan kemampuan untuk menyampaikan informasi, bukan kesetiaan pada kelompok tertentu.
·         Harus mengemban tugas sebagai pemantau yang bebas terhadap kekuasaan. Sebagai wartawan kita wajib melindungi kebebasan peran jaga ini dengan tidak merendahkannya. Misalnya dengan menggunakannya secara sembarangan untuk keuntungan komersial
·         Harus menyediakan forum untuk kritik dan komentar publik,  melayani masyarakat dengan baik jika mereka mendapatkan informasi berdasarkan fakta, dan bukan atas dasar prasangka dan kepentingan dalam masyarakat harus terwakili dengan baik.
·         Harus berusaha membuat yang penting menjadi menarik dan relevan. Jurnalisme harus mengimbangi antara apa yang menurut pengetahuan pembaca mereka inginkan, dengan apa yang penting menjadi menarik dan relevan.
·         Harus menjaga agar berita itu professional dan kmprehensif.  Menciptakan sebuah peta bagi warga masyarakat guna menentukan arah kehidupan
·         Memiliki kewajiban utama terhadap suara hatinya. Harus memiliki rasa etik dan tanggungjawab-sebuah kompas moral. Kita harus maum bila rasa keadilan dan akurasi mewajibkan, untuk menyuarakan perbedaan dengan rekan-rekan kita, apakah itu di ruang redaksi atau di kantor eksekutif.
Fungsi Utama Pers
1.      Informasi ( To Inform )
Yaitu sebagai penyampai informasi secepat-cepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya. Setiap informasi harus memenuhi kriteria dasar aktual, akurat, faktual, menarik, benar, lengkap dan utuh, jujur, berimbang.
2.      Edukasi
Informasi yang disebarluaskan pers hendaknya dalam kerangka mendidik. Karena hal inilah yang membedakan antara pers sebagai lembaga kemasyarakatan dengan yang lainnya.
3.      Koreksi
Pers merupakan pilar demokrasi keempat setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Kehadiran pers dimaksudkan untuk mengawasi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
4.      Rekreasi
Pers harus mampu memerankan dirinya sebagai wahana rekreasi yang menyenangkan sekaligus yang menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat.
5.      Mediasi
Artinya penghubung, bisa juga disebut sebagai fasilitator ataupun mediator. Setiap hari pers melaporkan berbagai peristiwa yang terjadi di dunia dalam lembaran-lembaran kertas yang tertata rapi dan menarik. Dengan fungsi mediasi pers mampu menghubungkan tempat yang satu dengan tempat yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain, orang yang satu dengan peristiwa yang lain, atau orang yang satu dengan orang yang lain pada saat yang sama.

Karakteristik Pers
Terdapat lima ciri spesifik pers, diantaranya yaitu:
1.      Periodesitas yaitu, pers harus terbit secara periodik, misalnya setiap hari, seminggu sekali, dua minggu sekali, satu bulan sekali, atau tiga bulan sekali. Pers yang terbit setiap haripun harus tetap konsisten dengan pilihannya.
2.      Publisitas yaitu, pers ditujukkan kepada khalayak  sasaran umum yang sangat heterogen. Apa yang disebut heterogen yaitu menunjuk pada dua dimensi geografis dan psikografis. Oleh karena itu pers harus menggunakan dan tunduk kepada kaidah bahasa jurnalistik.
3.      Aktualitas yaitu, informasi apapun yang disuguhkan media pers harus mengandung unsur kebaruan, menunjuk kepada peristiwa yang benar-benar baru terjadi atau sedang terjadi.
4.      Universalitas yaitu, berkaitan dengan kesemestaan pers yang dilihat dari sumbernyadan dari keanekaragaman materi isinya
5.      Objektivitas yaitu, merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh oleh surat kabar dalam menjalankan profesi jurnalistiknya.

Tipologi Pers
  Tipologi pers dapat dikalasifikasikan kedalam tiga kelompok besar, diantaranya yaitu:
1)     Pers berkualitas
Penerbitan berkualitas harus menyajikan penyajian yang etis, moralis,intelektual. Pers berkualitas benar-benar dikelola secara konseptual dan profesional walaupun orientasi bisnisnya tetap komersial.
2)     Pers Populer
Penerbitan pers populer memilih cara penyajian yang sesuai dengan selera zaman, cepat berubah-ubah, sederhana, tegas-lugas, enak dipandang, mudah dibaca, kaya warna, dan sangat kompromistis dengan tuntutan pasar.
3) Pers Kuning
Pers jenis ini banyak mengekploitasi warna, segala macam warna ditampilkan untuk mengundang perhatian. Penataan judul tak beraturan, tumpang tindih. Pers kuning juga tidak menganut pola penulisan judul dan pemakaian kata yang benar dan baik. Pers ini juga menggunakan pendekatan jurnalistik SCC yaitu singkatan dari sex, conflict, crime(seks, konflik, kriminal) yang selalu mendominasi pers kuning pada setiap edisiterbitan dalam bahasa kalangan budayawan.

Jenis dan Wilayah Sirkulasi pers
1.      Pers Komunitas
Pers komunitas memiliki jangkauan wilayah sirkulasi yang sangat terbatas,  biasanya hanya mencakup satu atau beberapa desa dalam satu kecamatan.
2.      Pers Lokal
Pers lokal beredar di sebuah kota dan sekitarnya. Salah satu ciri pers lokal ialah 80% isinya di dominasi oleh berita, laporan, tulisan, dan sajian gambar bernuansa lokal. Motivasi dan ambisi pers lokal adalah menjadi raja di kotanya sendiri.
3.      Pers Regional
Pers regional berkedudukan di ibukota provinsi. Wilayah sirkulasinya meliputi seluruh kota yang terdapat pada provinsi tersebut.
4.      Pers Nasional
Pers Nasional lebih banyak berkedudukan di ibu kota Negara wilayah sirkulasinya meliputi seluruh provinsi, atau setidaknya sebagian besar provinsi yang berada dalam jangkauan sirkulasi  melalui transportasi udara, darat, laut, dan sungai. Kebijakan pers nasional lebih menekankan kepada masalah isue, aspirasi, tuntutan, dan kepentingan nasional secara keseluruhan tanpa memandang sekat-sekat geografis atau ikatan primodial seperti agama, budaya, dan suku bangsa.
5.      Pers Internasional
Wilayah-wilayah pers internasional terpusat dari ibukota negara dan beberapa kota besar negara setempat  yang masuk ke dalam satelit pengaruhnya, baik secara politis maupun secara industri dan bisnis.

PILAR PENYANGGA PERS
1. Idealisme
2. Komersialisme
3. Profesionalisme

Landasan Pers Nasional
1. Landasan idiil
Tetap pancasila, artinya selama ideologi negara tidak diganti, suka atau tidak suka, pers nasional kita harus tetap merujuk kepada Pancasila sebagai ideologi nasional, dasar negara, falsafah hidup bangsa , sumber tata nilai, dan sumber segala sumber hukum.
2. Landasan konstitusional
Berarti menunjuk kepada UUD 1945 setelah empat kali dilakukan amandemen dan ketetapan- ketetapan MPR yang mengatur tentang kebebasan berserikat, berkumpul, dan kebebasan menyatakan pikiran dengan lisan dan tulisan.
3. Landasan yuridis formal
Mengacu kepada UU Pokok Pers No. 40/ 1999 Untuk pers, dan UU Pokok Penyiaran No. 32/2002 untuk media radio siaran dan media televisi siaran.
4. Landasan Strategis Operasional
Mengacu kepada kebijakan redaksional media pers masing-masing secara internal yang berdampak kepada kepada kepentingan sosial dan nasional
5.Landasan sosiologis kultural
Berpijak pada tata nilai dan norma sosial budaya agama yang berlaku pada dan sekaligus dijunjung tinggi oleh masyarakat bangsa indonesia
6.      Landasan Etis Profesional
Menginduk pada kode etik profesi, karena setiap organisasi profesi pers harus memiliki kode etik























Refrensi
Iswhara Luwi, 2005. Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar, Jakarta: Kompas.
Drs AS Sumandiria Haris, Msi, 2005. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, Bandung: Simbiosa Rekatama Media.




Rabu, 08 Desember 2010

Football Injuries Video for your phone

Football Injuries Video for your phone

Senin, 29 November 2010

senyum dalam dakwah

resume buku "senyum dalam dakwah"



Tersenyum mempunyai pengaruh yang kuat untuk membuat jiwa gembira dan bahagia. Rasulullah sendiripun sesekali tersenyum dan tertawa hingga tampak gerahamnya yang putih, sehingg Rasulullah bersabda; “Tersenyumlah karena senyum itu merupakan shodaqoh”.
            Salah satu nikmat yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman dan mereka menjadi penduduk ahli surga adalah  senyum dan tertawa, sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Muthaffifin ayat 34: “maka pada hari ini, orang-orang beriman mentertawakan/tersenyum kepada orang-orang kafir”. Dalam Faidhuk Khathir, Ahmad Amin menjelaskan “ Orang yang murah tersenyum dalam menjalani hidup ini bukan saja orang yang paling mampu membahagiakan diri sendiri, tetapi juga orang yang mampu berbuat, orang yang paling sanggup memikul tanggungjawab, orang yang apling tangguh menghadapi kesulitan dan memecahkan persoalan dan orang yang paling dapat menciptakan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain”.
            Setiap kali kita melihat kesulitan, jiwa seseorang yang murah senyum justru akan menikmati kesulitan itu dengan memacu dirinya untuk mengalahkannya. Dengan berusaha mengalahkannya lalu tersenyum. Berbeda dengan orang yang  selalu risau. Setiap kali menjumpai kesulitan, ia ingin segera meninggalkannya dan melihatnya sesuatu yang amat besar dan memberatkan dirinya. Itulah yang menebabkan semangat seseorang menurun.
Menghiasi diri dengan senyum iman
Setiap peristiwa pasti memiliki ‘manfaat tersembunyi’. Kadang, tampak tak adil di permukaan mata, tetapi siapa tahu justru ia menyimpan ‘keadilan tersembunyi’ yang hanya bisa di ketahui di belakang hari sungguh, dalam keadaan seperti itulah Tuhan ingin menunjukkan siapa yang ‘buta’ dan siapa yang ‘melihat’; siapa yang ‘tertidur’ dan siapa yang ‘terjaga’ siapa yang ‘bermuka’ masam dan siapa yang ‘tersenyum simpul’. Patutlah kita sekarang untuk merenungkan diri sampai di mana tuntunan iman yang dapat kita laksanakan dalam hidup ini. Sesuai dengan kadar iman ang kita miliki. Renungan demikian telah di alami pula oleh nabi Ibrahim sebagaimana tersebut dalam Q.S Al-An’am; “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan (Kami memperlihatkan-Nya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lau) dia berkata: ‘saya tidak suka kepada yang tenggelam’. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: ‘inilah Tuhanku’. Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: ‘Sesungguhnya jika tuhanku tidak member petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat’. Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: ‘Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar’, maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: ‘Hai kaumku, sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumu dengan cenderung kepada agama yang benar dan aku bukan termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”.
            Salah satu kontribusi psychology contemporer yang kini banyak dikaji oleh kalangan agamawan adalah temuan mengenai perbedaan cara kerja, otak bagian kiri, otak bagian kanan. Cara kerja otak bagian kiri lebih cenderung Linear, Matematis, Kuantitatif, Repetitif, dan melihat persoalan secara parsial. Sementara itu, otak bagian kanan bekerja secara inovatif, contemplative, sintesis dan melihat persoalan secara Holistik atau Komprehensif.
            Meningkatkan iman berarti meningkatkan kerja atau amal salih, di mana pada kerja keras atau amal salih itu terletak kwalitas manusia, dan kepada mereka pula dipercayakan Allah untuk mengatur alam semesta ini. ada tiga tingkatan mukmim, yaitu; petama, tingkatan Zhalimun Li Nafsihi (orang yang perbuatannya tidak sama dengan perkataanna), kedua, tingkatan Al-Muuqtashid (orang mukmin yang dalam beramal, membatasi diri pada hal-hal yang fardu saja), dan ketiga, tingkatan Sabiqun Bi Al-khairat (orang mukmin yang dalam beramal, tidak membatasi diri pada hal-hal yang fardu, akan tetapi selalu bekerja dan terlibat dalam usaha-usaha kemanusiaan).
            Demikian pula dalam segala kegiatannya, ia selalu bekerja keras dalam usaha-usaha yang membawa kepada peningkatan kwalitas diri dan kwalitas masyarakat lingkungannya.


Penawar gundah, cemas, dan kegalisahan
            Bagi orang-orang beriman, kegundahan dan kegelisahan itu tidak perlu ada. Tetapi bagaimanapun, rasa gelisah, khawatir dan rasa takut merupakan bagian dari kodrat manusia. Oleh karena itu, untuk menghilangkan keresahan yang ada pada diri kita, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama, Husnudzon kepada Allah, merupakan obat  utama dan pertama pada saat kita merasakan gundah. Seperti contoh ketika kita diturunkan dari jabatan yang tinggi, kita harus segera mengintrofeksi diri kita sendiri. Dalam kehidupan ini banyak hal-hal yang kita benci, atau tidak menyukainnua. Tapi boleh jadi, sesuatu itu justru bermanfaat untuk kita. Sebalikna, sesuatu yang kita cintai boleh jadi sesungguhnya tidak baik dan buruk bagi kita. Seperti dalam Q.S Al-Baqarah 2:216 “...boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu”.  Kedua, yang harus dilakukan adalah mengembangkan wawasan akhirat dengan senyum kesadaran. Salah satu ciri orang yang beriman yaitu mereka itu meyakini adanya akhirat. Di akhirat nanti perbuatan setiap orang akan dikalungkan di lehernya sendiri dan mereka akan mendapati kitab perbuatan mereka secara terbuka. Dengan demikian pengembangan wawasan akhirat merupakan suatu keharusan jika kita ingin mengobati diri sendiri. Ketiga, berbakti kepada kedua orang tua, karena hal ini juga merupakan penawar gundah cemas dan kegelisahan sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah bahwa ridho orang tua adalah ridhonya Allah, murkanya orang tua juga murkanya Allah.
Bahagiannya  senyum persaudaran
            Persaudaraan yang sering dibicarakan sesungguhnya memiliki signifikan yang timbul dari pemaknaan persaudaraan, yaitu: pertma, mukmin dengan mukmin lainnya harus saling tolong-menolong untuk taat kepada Allah, bukan untuk berbuat maksiat. Kedua, adanya solidaritas dan tolong-menolong dalam masalah ketenagaan dan kejiwaan. Ketiga, adanya solidarity sosial. Keempat, adanya solidaritas material. Rasulullah SAW memerintahkan kepada setiap muslim untuk melepaskan problematika material mukmin lainnya. Kita harus memiliki  sifat-sifat yang disebut dengan “Ma Badi’ Khairu Ummah”, membangun persaudaraan yang bahagia. Para ulama mengatakan ada lima sifat dasar dalam menciptakan kondisi tersebut; (1) Al-Shidiq, umat islam harus memiliki sifat-sifat kejujuran, (2) al-Amanah, seorang muslim harus menepati janji dan bertanggung jawab terhadap hal-hal yang dipercayan kepadanya, (3) Al-‘Adalah, bersikap dan berlaku adil, (4) Al-Ukuwah wa Al-Ta’awun yakni merasa bersaudara dengan orang lain dan timbul kesadaran untuk saling tolong-menolong. Dan (5) Al-Istiqomah, berlaku konsisten dalam kebaikan. Lima landasan tersebut hendaknya menjadi identitas setiap muslim. Dan mudah-mudahan kita mampu merealisasikannya dalam kehidupan nyata.
Mengelola marah dengan senyum
            Ada seorang pria melakukan perjalanan yang panjang dengan tujuan untuk menjumpai Rasulullah SAW. Ketika bertemu dengan beliau, lelaki itu diberi wasiat oleh Rasulullah SAW yaitu “La taghdob kamu jangan marah, jangan bersikap emosional”. Kita bisa memperhatikan lebih jauh dari nasehat Nabi di atas, bahwa segala sesuatu tidak mungkin dapat diselesaikan dengan marah atau emosional. Dalam Q.S Ali Imron 134; “yaitu orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang, Allah menyukai orang-orang yang berbaut kebajikan”. Namun tidak dapat dipungkiri, manusia dengan segala sifat kemanusiaannya tidak mungkin menghindar dari marah. Tetapi, marah itu bisa dikelola, sehingga daya destruksinya menjadi terkontrol.
            Pertama, Islam mengajarkan kepada kita tentang pentingnya kesabaran. Ajaran kesabaran adalah kekuatan pengimbang dan pengendali manusia agar tidak memuntahkan kemarahan secara berlebihan. Dalam hadist Rasulullah SAW bersabda, “orang kuat bukanlah yang bisa menjatuhkan seseorang ke tanah, namun orang yang bisa mengendalikan diri ketika marah”. (H.R. Muttafaq ‘alaih).
            Kedua,  tafakur juga akan bermanfaat dalam hal mengelola kemarahan karena marah yang berlebihan akibatnya mematikan rasa tafakur.  Nabi Muhammad pernah mengatakan, “bahwa, kamu memiliki dua kualitas yang dicintai Allah; kesabaran dan tafakur yang mendalam”. (H.R. Muslim). Namun bukan berarti kita tidak boleh marah, tetapi marah dilakukan pada lokasi yang benar. Manusia dianjurkan untuk marah secara positif, konstruktif dan bertanggung jawab bagi kebaikan dan kemaslahatan bersama. Bahwa marah bukan datang dari subyektifitas pribadi melainkan dari komitmen untuk membela kepentingan publik dan masyarakat yang terancam kebatilan.
            Persoalan marah adalah bagaimana mengelola marah secara baik dan benar sehingga senantiasa datang pada tempat yang seharusnya dan dalam ukuran yang semestinya serta selalu tersenyum menghadapinya.

Menggapai senyum Allah
            Kehidupan yang kita jalani, bertujuan untuk memperoleh Ridho Allah. Ibnu Arabi, seorang sufi kenamaan pada masanya, menyatakan bahwa dunia ini tempat mencari dan menggapai ridha Allah. Untuk mencapai ridho itu, Allah SWT memberikan ujian kepada kita, sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Dalam bahasa sufi atau istilah ilmu tasawuf “Al-Ridha” berarti tidak menentang Qada dan Qadar. Manakala derajat “Al-Ridha” sudah tercapai, ketentraman, kesengan dan kebahagian pasti tercapai. Hidup akan dijalaninya dengan penuh harapan dan optimism, karena menyadari dengan sepenuh hati bahwa totalitas hidup adalah ibadah.
            Benar firman Allah SWT yang artinya, “demi masa, sesungguhna manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran” (Q.S Al-Ashr :1-3)
            Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa agar tidak sampai merugi dibutuhkan kesabaran. Sabar dalam mengamalkan keyakinan, amalan shaleh, senang dalam menerima segala sesuatu yang diberikan oleh Allah kepada kita. Kesabaran itulah yang menjadikan kita memperoleh keridhaan-Nya.